ANALISIS TULANGAN KOLOM PADA BANGUNAN BERTINGKAT
Disusun oleh:
MOH MUARRIFUL GHOFFAR
NIM : 5150811178
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kurangnya pengetahuan perencana dalam merencanakan struktur kolom berakibat gagalnya perencanaan pembangunan gedung. Kegagalan pada struktur kolom berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya, atau dapat juga menjadi batas keruntuhan total dari keseluruhan struktur bangunan. Oleh karena itu, dalam perencanaan kolom harus direncanakan dengan teliti, karena umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas dan bersifat mendadak. Jadi sangat diperlukan perhitungan yang akurat terhadap perencanaan kolom bangunan gedung.
Dalam bidang konstruksi bangunan gedung juga mengalami peningkatan ilmu teknologi disegala struktur, seperti kolom, balok, pelat lantai dan dalam bidang struktur yang lainnya. Perkembangan ini disesuaikan pada tingkat pemakaian, tingkat ekonomis, situasi dan kondisi tempat, serta keindahan dari bangunan. Pada struktur bangunan gedung, kolom merupakan salah satu komponen dari bangunan gedung yang berfungsi untuk meneruskan dari balok-balok dan pelat-pelat lantai ke dasar bangunan atau pondasi. Kolom juga merupakan elemen vertikal yang sangat banyak digunakan. Bahkan dinding pemikul beban sebenarnya dapat juga dipandang sebagai kolom yang diperluas di suatu bidang. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok.
Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barangbarang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana menentukan tulangan kolom pada bangunan bertingkat?
1.3 Tujuan Penulisan
- Untuk menentukan dimensi kolom pada bangunan bertingkat.
- Untuk menentukan besar kebutuhan luas tulangan geser dan tulangan lentur pada kolom.
1.4 Manfaat Penulisan
Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa khususnya mahasiswa jurusan teknik sipil untuk dapat mengetahui bagaimana cara menghitung serta merencanakan kolom pada bangunan rumah toko berlantai tiga.
BAB II
LANDASAN TEORI
- Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom
Dalam setiap struktur bangunan bertingkat diperlukan adanya balok dan kolom. Elemen -elemen tersebut dibutuhkan untuk memikul beban-beban yang terjadi pada struktur bangunan. Beban-beban yang terjadi dapat berupa beban mati, hidup, angin dan gempa. Di setiap lantainya beban dipikul oleh balok, tetapi untuk menyalurkan beban yang diterima balok disetiap lantai diperlukan kolom yang dapat menyalurkan beban-beban tersebut ke dalam pondasi,sehingga kolom mengalami beban aksial yang jauh lebih besar daripada balok.
Pada perencanaan balok di setiap lantai adalah sama tetapi metode tersebut tidak dapat diterapkan terhadap kolom. Kolom disetiap lantai menerima beban yang berbeda-beda dikarenakan akumulasi beban pada lantai sebelumnya. Oleh karen itu pada perencanaan kolom pada lantai bawah mengalami dimensi dan penulangan yang lebih daripada kolom diatasnya.
Dikarenakan beban aksial yang terjadi maka kolom mengalami keruntuhan tekan. Perlu diketahui keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan visual yang cukup jelas seperti yang tejadi pada balok. Keruntuhan kolom struktural sangat perlu diperhatikan karena berhubungan dengan segi ekonomis dan korban jiwa. Oleh karena itu diperlukan adanya kekuatan cadangan tambahan lebih besar daripada balok.
Prinsip-prinsip kompatibilitas tegangan dan regangan kolom tidak jauh berbeda dengan balok tetapi perlu ditekankan bahwa pada kolom terdapat penambahan faktor tekan tidak hanya momen lentur. Maka perlu dilakukan penyesuaian persamaan balok untuk kolom yang mengalami kombinasi beban aksial dan lentur.
Perencanaan kolom yang daktail diperlukan adanya tulangan. Tulangan pada kolom yang mendominasi adalah tulangan tekan karena perilaku kegagalan tekan dalam kasus-kasus dengan rasio antara beban aksial dengan momen lentur yang besar tidak dapat dihindari.
Proses kegagalan yang terjadi pada kolom akibat adanya beban yang tidak mampu dipikul oleh kolom adalah terjadi retak-retak disepanjang permukaan kolom. Jika beban diperbesar maka akan terjadi spalling, yang bisa disebut juga pengelupasan selimut beton diluar sengkang. Pada keadaan yang lebih ekstrim maka kolom akan tertekuk atau mengalami local buckling pada tulangan memanjang.
Prinsip-prinsip yang mendasari perhitungan kekuatan kolom adalah sebagai berikut
- distribusi regangan linier terjadi sepanjang ketebalan kolom,
- tidak ada gelincir antara beton dan baja (regangan dalam baja dan beton yang berhubungan adalah sama),
- regangan beton diperbolehkan maksimum pada saat kegagalan untuk tujuan perhitungan-perhitungan kekuatan,
- tidak ada gelincir antara beton dan baja (yaitu, regangan dalam baja dan beton yang berhubungan adalah sama).
- regangan beton diperbolehkan maksimum pada saat kegagalan untuk tujuan perhitungan-perhitungan kekuatan.
- tahanan tarik beton dapat diabaikan dan tidak diperhitungkan didalam perhitungan.
2.2.1 Tipe Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan
3 tipe kolom sebagai berikut
- kolom persegi atau bujursangkar dengan tulangan longitudinal dan tulangan lateral,
- kolom bulat dengan tulangan longitudinal dan tulangan lateral berupa sengkang atau spiral,
- kolom komposit dimana profil baja diselimuti oleh beton. Bentuk struktural tersebut dapat ditempatkan di dalam rangka tulangan.
Kolom beton bertulang akan meningkat kekuatannya apabila dilakukan pengekangan. Pada umumnya pengekangan dilakukan menggunakan sengkang (tulangan transversal), baik itu yang berbentuk segi empat maupun yang berbentuk spiral. Hasil pengujian dari berbagai peneliti sebelumnya telah menunjukkan bahwa pengekangan oleh tulangan transversal sangat mempengaruhi karakteristik atau perilaku tegangan-regangan beton (Park-Paulay, 1933). Pengekangan kolom dengan tulangan berbentuk spiral sangat rapat (kolom spiral) memiliki perilaku yang lebih daktail daripada pengekangan kolom dengan sengkang biasa ataupun pengekangan kolom dengan spiral kurang rapat. Kolom spiral akan dapat bertahan lebih lama (daktail) sebelum mengalami keruntuhan dibandingkan dengan kolom yang diberi pengekangan dengan sengkang biasa ataupun dengan spiral kurang rapat (kurang daktail).
2.2.2 Tipe Kolom Berdasarkan Pembebanan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kolom mengalami beban aksial yang besar, tetapi pada kenyataannya beban aksial tersebut tidak mungkin memiliki eksentrisitas sebesar nol. Oleh karena adanya eksentrisitas maka timbulah momen yang mengakibatkan beban lentur. Besarnya momen berbanding lurus dengan eksentrisitas, pada keadaan maksimum tertentu akhirnya beban aksial diabaikan. Maka dapat diketahui tipe kolom berdasarkan pembebanannya, yaitu
- mengalami beban aksial yang besar dan memiliki eksentrisitas sebesar nol sehingga tidak mengalami momen. Untuk kondisi ini, keruntuhan akan terjadi oleh hancurnya beton dan semua tulangan dalam kolom mencapai tegangan leleh dalam tekan,
- mengalami beban aksial besar dan memilliki eksentrisitas yang kecil maka timbul momen yang kecil dengan seluruh penampang tertekan. Jika suatu kolom menerima momen lentur kecil, seluruh kolom akan tertekan tetapi tekanan di satu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum dalam kolom akan sebesar 0,85ƒ’c dan keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua tulangan tertekan,
- eksentrisitas membesar sehingga tarik mulai terjadi pada satu sisi kolom. Jika eksentrisitas ditingkatkan dari kasus sebelumnya, gaya tarik akan mulai terjadi pada satu sisi kolom dan baja tulangan pada sisi tersebut akan menerima gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain tulangan mendapat gaya tekan,
- kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus ditambah, akan dicapai suatu kondisi dimana tulangan pada sisi tarik mencapai leleh dan pada saat yang bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai tekan maksimum 0,85ƒ’c. Kondisi ini disebut kondisi pada beban berimbang, balanced,
- mengalami momen yang besar dan beban aksial yang kecil. Jika eksentrisitas terus ditambah, keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh sebelum hancurnya beton,
- momen lentur besar. Pada kondisi ini, keruntuhan terjadi seperti halnya pada sebuah balok
BAB III
PEMBAHASAN
- Menentukan tulangan kolom
3.1.1 Analisa
1). Jenis taraf penjepitan kolom
Jika menggunakan tumpuan jepit, harus dipastikan pondasinya cukup kuat untuk menahan momen lentur dan menjaga agar tidak terjadi rotasi di ujung bawah kolom.
2). Reduksi Momen
Inersia Untuk pengaruh retak kolom, momen inersia penampang kolom direduksi menjadi 0.7Ig (Ig = momen inersia bersih penampang)
- Beban Desain (Design Loads)
1). Kombinasi Pembebanan.
Seperti yang berlaku di SNI Beton, Baja, maupun Kayu.
2). Reduksi Beban Hidup Kumulatif.
Khusus untuk kolom (dan juga dinding yang memikul beban aksial), beban hidup boleh direduksi dengan menggunakan faktor reduksi beban hidup kumulatif. Rujukannya adalah Peraturan Pembebanan Indonesia (PBI) untuk Gedung 1983
Tabelnya adalah sebagai berikut:
Jumlah lantai yang dipikul |
Koefisien reduksi |
1 |
1,0 |
2 |
1,0 |
3 |
0.9 |
4 |
0.8 |
5 |
0,7 |
6 |
0,6 |
7 |
0.6 |
8 atau lebih |
0,5 |
Contoh cara penggunaan:
Misalnya ada sebuah kolom yang memikul 5 lantai. Masing-masing lantai memberikan reaksi beban hidup pada kolom sebesar 60 kN. Maka beban hidup yang digunakan untuk desain kolom pada masing-masing lantai adalah
- Lantai 5 : 1.0 x 60 = 60 kN
b. Lantai 4 : 1.0 x (2×60) = 120 kN
c. Lantai 3 : 0.9 x (3×60) = 162 kN
d. Lantai 2 : 0.8 x (4×60) = 192 kN
e. Lantai 1 : 0.7 x (5×60) = 210 kN
Jadi, lantai paling bawah cukup didesain terhadap beban hidup 210 kN saja, tidak perlu sebesar 5×60 = 300 kN.
Dasar dari pengambilan reduksi ini adalah kecil kemungkinan suatu kolom dibebani penuh oleh beban hidup di setiap lantai. Pada contoh di atas, bisa dikatakan bahwa kecil kemungkinan kolom tersebut menerima beban hidup 60 kN pada setiap lantai pada waktu yang bersamaan. Sehingga beban kumulatif tersebut boleh direduksi.
Catatan: Beban ini masih tetap harus dikalikan faktor beban di kombinasi pembebanan, misalnya 1.2D + 1.6L.
1). Gaya dalam
yang diambil untuk desain harus sesuai dengan pengelompokan kolom apakah termasuk kolom bergoyang atau tak bergoyang, apakah termasuk kolom pendek atau kolom langsing.
2). Perbesaran momen
(orde kesatu), dan analisis P-Delta (orde kedua) juga harus dipertimbangkan untuk menentukan gaya dalam.
1). Ukuran penampang kolom.
Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari 300/0.4 = 750 mm.
2). Rasio tulangan
tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh lebih dari 0.08 (8%). Sementara untuk kolom pemikul gempa, rasio maksiumumnya adalah 6%. Kadang di dalam prakteknya, tulangan terpasang kurang dari minimum, misalnya 4D13 untuk kolom ukuran 250×250 (rasio 0.85%). Asalkan beban maksimumnya berada jauh di bawah kapasitas penampang sih, oke-oke saja. Tapi kalau memang itu kondisinya, mengubah ukuran kolom menjadi 200×200 dengan 4D13 (r = 1.33%) kami rasa lebih ekonomis. Yang penting semua persyaratan kekuatan dan kenyamanan masih terpenuhi.
3). Tebal selimut beton
Tebal selimut beton adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d sama dengan 200 mm atau lebih kecil, dan toleransi 12 mm untuk d lebih besar dari 200 mm. toleransi 10 mm artinya selimut beton boleh berkurang sejauh 10 atau 12 mm akibat pergeseran tulangan sewaktu pemasangan besi tulangan. Tetapi toleransi tersebut tidak boleh sengaja dilakukan, misanya dengan memasang “tahu beton” untuk selimut setebal 30 mm.
– Adukan plesteran dan finishing tidak termasuk selimut beton, karena adukan dan finishing tersebut sewaktu-waktu dapat dengan mudah keropos baik disengaja atau tidak disengaja.
- Pipa, saluran, atau selubung yang tidak berbahaya bagi beton (tidak reaktif) boleh ditanam di dalam kolom, asalkan luasnya tidak lebih dari 4% luas bersih penampang kolom, dan pipa/saluran/selubung tersebut harus ditanam di dalam inti beton (di dalam sengkang/ties/begel), bukan di selimut beton.
Pipa aluminium tidak boleh ditanam, kecuali diberi lapisan pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan beton dan besi tulangan.
- Spasi (jarak bersih) antar tulangan sepanjang sisi sengkang tidak boleh lebih dari 150 mm.
- Sengkang/ties/begel adalah elemen penting pada kolom terutama pada daerah pertemuan balok-kolom dalam menahan beban gempa. Pemasangan sengkang harus benar-benar sesuai dengan yang disyaratkan oleh SNI.
Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan/megikat tulangan utama dan inti beton tidak “berhamburan” sewaktu menerima gaya aksial yang sangat besar ketika gempa terjadi, sehingga kolom dapat mengembangkan tahanannya hingga batas maksimal (misalnya tulangan mulai leleh atau beton mencapai tegangan 0.85fc’)
- Transfer beban aksial pada struktur lantai yang mutunya berbeda.
Pada high-rise building, kadang kita mendesain kolom dan pelat lantai dengan mutu beton yang berbeda. Misalnya pelat lantai menggunakan fc’25 MPa, dan kolom fc’40 MPa. Pada saat pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian kolom yang berpotongan (intersection) dengan lantai tentu akan dicor sesuai mutu beton pelat lantai (25 MPa). Daerah intersection ini harus dicek terhadap beban aksial di atasnya. Tidak jarang di daerah ini diperlukan tambahan tulangan untuk mengakomodiasi kekuatan akibat mutu beton yang berbeda.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pemaparan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan jenis dan jumlah kolom sangat bergantung pada jumlah lantai yang akan dibuat.
Ada 3 tipe kolom sebagai berikut
- kolom persegi atau bujursangkar dengan tulangan longitudinal dan tulangan lateral,
- kolom bulat dengan tulangan longitudinal dan tulangan lateral berupa sengkang atau spiral,
- kolom komposit dimana profil baja diselimuti oleh beton. Bentuk struktural tersebut dapat ditempatkan di dalam rangka tulangan.
5.1 Saran
Sebagai seorang perencana harus mampu merencanakan kolom dengan teliti, karena umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas dan bersifat mendadak.
Daftar Pustaka
http://duniatekniksipil.web.id/992/desain-kolom-beton-bertulang/
Asiyanto. 2005. Construction Proiect Cost Management. Jakarta:Prad5ma Paramita.
Kardiyono Tiokrodimuljo, 1988, BAHAN KULIAH PADA KURSUS SINGKAT
Dl PAU UGM, Yogyakarta.
Daftar pustaka
http://duniatekniksipil.web.id/992/desain-kolom-beton-bertulang/ 23/10/2015 pukul 8.30